Rabu, 20 Mei 2009

Tour de Parapat...

"Mak, ucok ikut study tour ya, "
"Nggak. Nggak boleh..."
"Alaa maaak, ikut ucok ya mak?"
"Nggak. Ngabisin duit saja kau. Sini bantu emak ngupasin bawang ! " teriak emaknya dari dapur.

Ucok cari akal.
Berbalik ke ayahnya.
Mengendap-endap supaya tak ketahuan omaknya.

"Yah, ucok ikut study tour ya?"
"Apaaa??!" teriak ayahnya setengah pekak.
"Study tourr, yah..."
"Bahh, mimpi apa pulak kkaauu, mau main tor-tor. Bah, hebhaat itu ucok, mau meneruskan nari tor-tor kayak Opungmu. Hah?, berrapa..berrrapaa kau mau?!"
"Empat puluh ribu, yah..."
Semenit kemudian, 4o ribu perak sudah di tangan si ucok.
"Jzangaan lupak kauuu, kalau sudah bisa, ku tes kau kayak ayah dulu ditess opungmu !" teriak ayahnya sebelum ucok menyelinap pergi.
"Beresss ayaaah !"
Nah, 40 ribu perak itu biaya study tour. Acara perpisahan sekolah. Tujuannya Prapat.

Mana mungkin pulak ke Singapore, kayak SMA Harapan itu.
SMA 6 Medan, dulu, paling jauh tour ke Padang, nginap di SMA Don Bosco.
Parahnya, ketika SMA Don Bosco kunjungan balasan, sibuk semua bersih-bersih sekolah, menyusun meja jadi tempat tidur, ngepel aula atas, pasang obat nyamuk, tak lupa bersihkan WC sekolah yang pesingnya minta ampun itu !
Kenangan manisnya, ada seorang pelajar tamu Don Bosco, kena todong di jalan Antara, di belakang sekolah sama preman.
Malu kali awak... Tapi apa mau dkata, ini Medan bung... !

Lepas subuh, bis Damri sudah berjejer di depan sekolah di jalan Ansari 34 yang sempit itu.
Meriah...!
Semua siswa mengerahkan penampilannya. Maklum, kali ini perpisahan terakhir, tur ke Prapat.

Coba kau lihat itu, murid laki-lakinya parlente kali, bercelana ye-ye cutbrai, baju ketat tangan panjang, dengan sepatu buldog hak 10 cm ! Rambutnya mengkilat, yang biasanya kena minyak jelantah, kali ini dipoles tanliper (tancho lima perak). Tak lupa, pisau cinta (sisir) terselip di saku celananya. Kayak Elvis Presley kutengok ! Mantaffff kaliiii ...! Kalau lagi jmelangkah dia, bah, kayak koboy kulihat cara jalannya, ngengkang... !
Tapi hilang syor awak, masih bawa rantang dia, titipan telor balado dari omaknya.
Tak apalah, yang penting lupa dia sama seragam sekolah putih-putihnya yang kayak penjaga kamar mayatnya itu !

Nah itu..murid perempuan, rok kembangnya kayak payung terbalik. Sepatu jengki. Coba kau lihat si Butet itu, pakai lipstik tebal dia... bibirnya norak-norak delima... (coba bilang norak kayak Bu N, cadel, tak bisa bilang "r"). Maklumlah, aksen melayu Tanjung Tiram. Cadel huruf "r" !

Belum sampe Prapat, dari jalan berbelok kayak ular, semua histeris. Nun di sana.. tampak pulau samosir dengan tulisan "rimba tjiptaan" di hamparan danau yang indah. Akhirnya sampai juga, nginap di hotel melati (eks hotel mesum). Kalau menjelang malam, berseliweran hilir mudik kreta-kreta (sepeda motor) membawa "barang" di jalan depan hotel, ngantar pesanan si hidung belang.

Yang dimaksud study tour itu, ya piknik lah, tak lebih. Tak ada catet-catet atau pengetahuan yang didapat. Walaupun awak sudah nyeberang ke Samosir, melihat situs purbakala, kuburan opung Raja Sidabutar.
Yang ada cuma duit awak yang bobol main judi lempar gelang. Bayangkan, baru kali ini awak mentiko, tak dilarang merokok di depan guru. Alamaaakjang, preman kali awak coy!
Walaupun lama berenang, berendam di air danau pakai ban, dingin tak terasa, maklumlah demi menemani cewek yang awak "senter". Kadang dengan terpaksa, kandas duit buat bayar kereta dayung, berdua melaju ke tengah danau.
Tak apalah itu... demi mengejar pujaan hati. (Ya kan, Karim ?)

Pulangnya, bus lewat tanah karo, mampir sebentar di Brastagi.
Di Gundaling semua mencoba naik kuda.
"Fotto..fotto.. lima ribuk perak adzaaa..."teriak tukang potret polaroid.
Semua ikut foto. berbagai gaya. Berdecak kagum memandang foto dirinya. Narsis banget. Sambil mengipas-ngipas hasil foto polaroid sesekali mengembus-embusnya, biar foto makin jelas.

Lepas Brastagi,menuju Medan semua bagai kena hipnotis, diam. Tertidur. Kecapean...
Tapi, tiba-tiba ada yang teriak: "Gambarnya hilang ! Gambarnya hilang.... !"
Serentak semua merogoh, melihat foto polaroidnya masing-masing.
Benar saja. Kalau diamati, gambar foto Polaroid itu makin lama, semakin hilang gambarnya. Lenyap. Kalau ada, sudah berubah, kayak hantu hasil fotonya. Buram !
"Terrtipuuuu kitaaaaa..." teriak yang lain.
Rupanya kertas foto polaroid yang dipakai si abang tukang potret tadi, sudah kadaluarsa, cuma bertahannya 1 jam.
"Ah, sudah kubilang tadi, jangan diembus-embus. Kan hilang gambarnya... ! " teriak ucok, sok tahu. Padahal mukanya pucat, lantaran foto satu-satunya dengan si Butet yang diketennya itu lenyap. Kosong. Tak ada gambar si Butet dan Ucok berdua naik kuda...
Perih kali hati Ucok, tak terbayangkan. Nyeri jendral... !

Sampai di rumah, ucok disambut Ayahnya sambil berkacak pinggang.
"Sudah kau tippu ayah ya, Cok !! Rupanya tak bisa kau nari tor-tor, Cok !" sergah ayahnya.
"Kan study tooour ayah, bukan tari tor-tor..." bela Ucok.
"Studiii tor.. studi torrr, kubilang ya samalah itu, sama nari tor-torrr kudeeengar!!! Menjerit opung pu di kuburan sana lantaran kau tak bisa menortorrr !!!" suara ayahnya menggelegar, yang memang ayahnya pekak, alias tuli karena masa mudanya dulu banyak menyelam, terkena pecahan dinamit, waktu meracun ikan jurung di Aek Sibundong.
Buk. Cplak.Buk..Cplak. Cpret !
Suara ucok melolong-lolong. Dilibas ayahnya.


Besok di sekolah, kulihat kaki ucok berbirat-birat, lebam, kena rotan pemukul kasur, ayahnya berubah jadi algojo.
Ibunya pun merepet, tujuh hari tujuh malam...tak ada habisnya.


1 komentar: