Rabu, 11 Maret 2009

Cabuuut...! Alias bolos...

Siapa yang suka bolos belum tentu pintar
Siapa yang pintar belum tentu suka bolos
Siapa yang bolos belum tentu bodoh
Siapa yang bodoh belum tentu pintar bolos..

(Cuapeeee dech ! )

Waktu jadul (jaman dulu), kalau bolosnya macam-macam. Ada yang pemain tunggal, berdua, bahkan kompak sekelas !
Kalau yang punya kereta (sepeda motor), ya cabut (bolos) ke Sembahe. Padahal, di sana, di daerah dekat red-light itu, maksudnya daerah mesum, ga tau apa yang dikerjakan. Paling-paling balik lagi ke Medan, main kebut-kebutan. Terkadang, main ke Sibahorok, Belawan, dan entah kemana lagi, yang penting ke luar kota.
Tapi, kalau ga punya kereta, paling nongkrong di warung, terkadang nonton di bioskop, ada bioskop Riang, Mayestik, dsb. Maklum, di 80-an, belum ada mall. Kalau ada eskalator, itu cuma satu-satunya di Medan, ya di Medan Plaza, dekat rumah si Bram ! (kabarnya si Bram baru pulang dari sekolah master di Inggeris ya).

Sebab bolos, ya macem-macem..
Kalau anak IPA, ya takut sama PR matematika, fisika dan kimia..
(mungkin jenuh sekolah kaleee.)

Pernah kejadian, di satu kelas, kompak bolosnya rame-rame. Pergi makan mie-sop mbak di jalan Darat !
Itu mie-sop favourit di Medan Baru. Lupa, entah di jalan apa, yang jelas dekat Radio Cardouva.

Besoknya. Ketua kelas di panggil kepala sekolah.
Ancamannya?
Yaahh...cuma diomelin. Diancam tidak naik kelas. Kecil lah itu ..
Kalau dipikir-pikir sekarang, yang jago-jago cabut itu, eh malah banyak yang keterima di USU.
Aneh memang...

Kalau cabut, untuk pacaran, wow, jaman dulu itu langka..
Sebab, tak berani, takut ketahuan sodaranya. Maklum, kalau di Medan, semua penduduk se-Medan kayaknya sodara. Jadi takut pacaran di depan umum. Takut kepergok...

Yang lucu, ada seorang kawan, bolos sekolah, nangkringnya di warung jalan Sisingamangaraja.
Tak taunya, warung itu di depan rumah guru.
Maka kepergoklah ia..
Dapat dibayangkan apa yang terjadi....

Ada pula seorang kawan, untuk alasan bolos dia nyuruh tukang becak nulis surat ijin, yang mengabarkan ia sakit. Dipilih tukang becak, katanya, karena tulisannya jelek mirip tulisan bapaknya.
Entah kenapa... terjadi malapetaka. Teman-teman sekolah rombongan bezuk ke rumah si pembolos yang "sakit"tadi. Surat sakti ijin sakit itu jadi bikin kacau. Emaknya naik pitam. Marah-marah. Sampai si pembolos tadi takut pulang...
Besoknya mudah ditebak, ia masuk sekolah dengan lebam bekas guratan tali pinggang di kaki, tangan dan badannya. Dilibas omaknya dia ! Aih mak jaaaangg ! Sakit na tidak zebberap, tapi malunnaini... !